Malu Mengadu! Banyak Pria Tertipu Obat Kuat Palsu
Jakarta - Beberapa konsumen obat kuat yang dijual di gerai-gerai sepanjang jalan Hayam Wuruk, Jakarta, mengaku kecewa setelah mengkonsumsi obat kuat yang mereka beli dari tempat itu.
"Memang murah sih, tapi nggak ngefek, cuma bikin deg-degan," kata salah satu konsumen yang pernah mencoba obat kuat dari tempat itu, Madi, di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan media bulanan BPOM RI, InfoPom edisi September 2005, halaman 11, dinyatakan pelarangan obat kuat karena mengandung sildenafil sitrat, golongan obat keras yang hanya boleh dipakai dengan resep dokter dan atau atas sepengawasan dokter.
Di Hayam Wuruk, setiap malam setelah kios-kios sepanjang jalan itu tutup, gerai-gerai obat kuat yang berderet-deret tak kurang dari 75 gerai tersebut hampir tak pernah absen berdagang.
Gerai-gerai obat kuat sepanjang jalan Hayam Wuruk itu menawarkan bermacam jenis obat kuat yang dipercaya bisa mendongkrak kemampuan ereksi. Mulai dari merk terkenal hingga merk-merk tak jelas dengan harga cukup murah, bahkan hampir separuh harga merk serupa yang dijual resmi di apotek.
Sebagai contoh, di Apotek, obat kuat Viagra kadar 100mg yang karena warnanya lebih populer dengan sebutan pil biru itu dijual rata-rata seharga Rp 130 ribu hingga Rp 150 ribu. Sedangkan obat jenis sama di Hayam wuruk hanya dijual Rp85 ribu, itupun masih bisa ditawar pembeli. Biasanya pembeli bisa menekan harga hingga Rp50 ribu per butir pil biru 100mg jika ia membeli lebih dari satu butir pil itu.
Madi mengaku pernah mencoba dua jenis pil kuat yang dibelinya di pinggir jalan Hayam Wuruk, merk Viagra dan Cialis yang memang tergolong populer. Namun setelah dicoba, obat tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun.
Sebelumnya Madi pernah membeli obat kuat merk sama di apotek dengan harga hampir dua kali lipat harga yang ditawarkan di Hayam Wuruk, dan terbukti timbul reaksi seperti yang dia diinginkan.
"Di apotek mahal, tapi terjamin asli," kata Madi.
Konsumen lainnya mengeluhkan hal yang sama, yakni Andre, yang mengonsumsi obat kuat merk Cialis yang dibeli di Hayam Wuruk juga mengaku kecewa. Dia baru kali pertama mencoba obat kuat karena mendengar kasiat obat tersebut dari teman. "Minum, enggak minum, sama saja, mendingan minum kopi," kata dia.
Menurutnya, obat tersebut tidak menimbulkan efek apa-apa kecuali membentuk sugesti dan mendongkrak kepercayaan dirinya.
Baik Madi maupun Andre sama-sama tak kapok membeli obat kuat di tempat sama setelah kali pertama mereka kecewa. Awalnya mereka berpikir, di gerai yang lain bisa jadi obat kuatnya asli. Mereka kembali mencoba obat yang sama di gerai lailn namun hasilnya juga sama dengan pengalaman pertama. "Sama saja, tidak berefek," kata Madi.
Sementara itu, sebanyak 15 merk obat kuat untuk mengatasi disfungsi ereksi telah dilarang beredar oleh BPOM seperti Pegasus Kuda Terbang, Seki, Pasihot, Cobra Laut, Pas-Tipas, Busur Perkasa, Vigra, Pastigra, Kuda Mas, Spontan-On.
Namun obat-obatan dengan merk antara lain "Pegasus Kuda Terbang", "Cobra Laut" dan "Vigra" masih nampak dijual di gerai-gerai obat sepanjang Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat itu.
Menurut seorang penjual obat kuat di Jalan Hayam Wuruk yang enggan menjawab ketika ditanya namanya, mengatakan dirinya memperoleh obat kuat ilegal tersebut dari agen di Jatinegara, Jakarta Timur, yang siap mengisi stok persediaan mereka kapan saja.
Ketika ditanya apakah obat-obat tersebut dijamin keasliannya, dengan mantap dia mengatakan jaminan 100 persen asli bila tidak uang kembali.
Tapi kenyataannya, konsumen yang membeli obat perkasa itu mengaku tidak pernah diberi nota pembelian tiap kali membeli di tempat tersebut.
"Jadi gimana mau klaim, bisa jadi mereka mengelak pernah jual ke kita, bukti kita apa?" kata Madi.
Media bulanan BPOM RI, InfoPom edisi September 2005, halaman 11, dinyatakan pelarangan obat kuat karena mengandung sildenafil sitrat, golongan obat keras yang hanya boleh dipakai dengan resep dokter dan atau atas sepengawasan dokter.
Sildenafil sitrat mengandung senyawa kimia yang bekerja meningkatkan kadar Cylic Guanosine Monosophate dalam corpus cavernosum (bagian dari buah zakar).
Kemudian secara tidak langsung reaksi kimia yang terjadi dapat memberi efek peningkatan aliran darah ke corpus cavernosum sehingga dapat dimanfaatkan oleh pasien dengan disfungsi ereksi.
Kendati dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dokter, obat-obatan ilegal itu dapat menimbulkan gangguan seperti gangguan penglihatan, pencernaan, muntah, sakit kepala, reaksi hipersensitif dan priapsm (ereksi berkepanjanagn lebih dari 4 jam).
BPOM sudah mengeluarkan peringatan kepada masyarakat sejak 29 Agustus 2005. Masyarakat diminta tidak mengkonsumsi dan kepada pihak-pihak yang terkait untuk menarik dan memusnahkannya dari pasaran.
"Saya kan tidak jualan narkotik, jadi polisi pun tidak pernah razia apalagi menyita obat-obat ini," kata salah seorang penjual di jalan Dewi Sartika.
Obat-obatan tersebut kerap mencantumkan nomor izin dari BPOM maupun Depkes, tapi nomor-nomor tersebut fiktif dan jarang mencantumkan komposisi nama zat-zat kandungannya.
Sementara itu, salah satu pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Ilyani S Andang, saat ditanyai soal hal ini mengatakan, kejadian semacam itu jelas merupakan bentuk penipuan yang merugikan konsumen secara materiil dan lagi, bisa membahayakan secara jasmani.
Jika saja konsumen mau melakukan pengaduan
Sumber: PdPersi
"Memang murah sih, tapi nggak ngefek, cuma bikin deg-degan," kata salah satu konsumen yang pernah mencoba obat kuat dari tempat itu, Madi, di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan media bulanan BPOM RI, InfoPom edisi September 2005, halaman 11, dinyatakan pelarangan obat kuat karena mengandung sildenafil sitrat, golongan obat keras yang hanya boleh dipakai dengan resep dokter dan atau atas sepengawasan dokter.
Di Hayam Wuruk, setiap malam setelah kios-kios sepanjang jalan itu tutup, gerai-gerai obat kuat yang berderet-deret tak kurang dari 75 gerai tersebut hampir tak pernah absen berdagang.
Gerai-gerai obat kuat sepanjang jalan Hayam Wuruk itu menawarkan bermacam jenis obat kuat yang dipercaya bisa mendongkrak kemampuan ereksi. Mulai dari merk terkenal hingga merk-merk tak jelas dengan harga cukup murah, bahkan hampir separuh harga merk serupa yang dijual resmi di apotek.
Sebagai contoh, di Apotek, obat kuat Viagra kadar 100mg yang karena warnanya lebih populer dengan sebutan pil biru itu dijual rata-rata seharga Rp 130 ribu hingga Rp 150 ribu. Sedangkan obat jenis sama di Hayam wuruk hanya dijual Rp85 ribu, itupun masih bisa ditawar pembeli. Biasanya pembeli bisa menekan harga hingga Rp50 ribu per butir pil biru 100mg jika ia membeli lebih dari satu butir pil itu.
Madi mengaku pernah mencoba dua jenis pil kuat yang dibelinya di pinggir jalan Hayam Wuruk, merk Viagra dan Cialis yang memang tergolong populer. Namun setelah dicoba, obat tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun.
Sebelumnya Madi pernah membeli obat kuat merk sama di apotek dengan harga hampir dua kali lipat harga yang ditawarkan di Hayam Wuruk, dan terbukti timbul reaksi seperti yang dia diinginkan.
"Di apotek mahal, tapi terjamin asli," kata Madi.
Konsumen lainnya mengeluhkan hal yang sama, yakni Andre, yang mengonsumsi obat kuat merk Cialis yang dibeli di Hayam Wuruk juga mengaku kecewa. Dia baru kali pertama mencoba obat kuat karena mendengar kasiat obat tersebut dari teman. "Minum, enggak minum, sama saja, mendingan minum kopi," kata dia.
Menurutnya, obat tersebut tidak menimbulkan efek apa-apa kecuali membentuk sugesti dan mendongkrak kepercayaan dirinya.
Baik Madi maupun Andre sama-sama tak kapok membeli obat kuat di tempat sama setelah kali pertama mereka kecewa. Awalnya mereka berpikir, di gerai yang lain bisa jadi obat kuatnya asli. Mereka kembali mencoba obat yang sama di gerai lailn namun hasilnya juga sama dengan pengalaman pertama. "Sama saja, tidak berefek," kata Madi.
Sementara itu, sebanyak 15 merk obat kuat untuk mengatasi disfungsi ereksi telah dilarang beredar oleh BPOM seperti Pegasus Kuda Terbang, Seki, Pasihot, Cobra Laut, Pas-Tipas, Busur Perkasa, Vigra, Pastigra, Kuda Mas, Spontan-On.
Namun obat-obatan dengan merk antara lain "Pegasus Kuda Terbang", "Cobra Laut" dan "Vigra" masih nampak dijual di gerai-gerai obat sepanjang Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat itu.
Menurut seorang penjual obat kuat di Jalan Hayam Wuruk yang enggan menjawab ketika ditanya namanya, mengatakan dirinya memperoleh obat kuat ilegal tersebut dari agen di Jatinegara, Jakarta Timur, yang siap mengisi stok persediaan mereka kapan saja.
Ketika ditanya apakah obat-obat tersebut dijamin keasliannya, dengan mantap dia mengatakan jaminan 100 persen asli bila tidak uang kembali.
Tapi kenyataannya, konsumen yang membeli obat perkasa itu mengaku tidak pernah diberi nota pembelian tiap kali membeli di tempat tersebut.
"Jadi gimana mau klaim, bisa jadi mereka mengelak pernah jual ke kita, bukti kita apa?" kata Madi.
Media bulanan BPOM RI, InfoPom edisi September 2005, halaman 11, dinyatakan pelarangan obat kuat karena mengandung sildenafil sitrat, golongan obat keras yang hanya boleh dipakai dengan resep dokter dan atau atas sepengawasan dokter.
Sildenafil sitrat mengandung senyawa kimia yang bekerja meningkatkan kadar Cylic Guanosine Monosophate dalam corpus cavernosum (bagian dari buah zakar).
Kemudian secara tidak langsung reaksi kimia yang terjadi dapat memberi efek peningkatan aliran darah ke corpus cavernosum sehingga dapat dimanfaatkan oleh pasien dengan disfungsi ereksi.
Kendati dapat dikonsumsi tanpa pengawasan dokter, obat-obatan ilegal itu dapat menimbulkan gangguan seperti gangguan penglihatan, pencernaan, muntah, sakit kepala, reaksi hipersensitif dan priapsm (ereksi berkepanjanagn lebih dari 4 jam).
BPOM sudah mengeluarkan peringatan kepada masyarakat sejak 29 Agustus 2005. Masyarakat diminta tidak mengkonsumsi dan kepada pihak-pihak yang terkait untuk menarik dan memusnahkannya dari pasaran.
"Saya kan tidak jualan narkotik, jadi polisi pun tidak pernah razia apalagi menyita obat-obat ini," kata salah seorang penjual di jalan Dewi Sartika.
Obat-obatan tersebut kerap mencantumkan nomor izin dari BPOM maupun Depkes, tapi nomor-nomor tersebut fiktif dan jarang mencantumkan komposisi nama zat-zat kandungannya.
Sementara itu, salah satu pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Ilyani S Andang, saat ditanyai soal hal ini mengatakan, kejadian semacam itu jelas merupakan bentuk penipuan yang merugikan konsumen secara materiil dan lagi, bisa membahayakan secara jasmani.
Jika saja konsumen mau melakukan pengaduan
Sumber: PdPersi
Post a Comment